top of page

Merah Putih



Bedah film : Merah Putih I Darah Garuda Hati Merdeka Genre : Drama fiksi historis Indonesia Oleh : Alvi ansori Merah Putih merupakan film drama fiksi historis Indonesia yang dirilis tahun 2009 dan bagian pertama dari rangkaian film"Trilogi Merdeka" yang merupakan trilogi film perjuangan pertama di Indonesia. Film ini disutradarai oleh Yadi Sugandi dan dirilis dengan semboyan "Untuk merdeka mereka bersatu". Film ini dibintangi antara lain oleh Lukman Sardi, Donny Alamsyah, Darius Sinathrya, Zumi Zola, Teuku Rifnu Wikana, Rahayu Saraswati, Rudy Wowor, dan Astri Nurdin. Film Merah Putih mengisahkan tentang kehidupan lima orang pria di Sekolah Tentara Rakyat (STR) setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Mereka adalah Amir, Marius, Tomas, Soerono dan Dayan. Tujuan mereka adalah satu, yaitu menjadi pejuang kemerdekaan, namun adanya perbedaan latar belakang dan agama, membuat mereka mengalami perpecahan karena konflik – konflik internal. Ketika Jepang sudah menyerah, Belanda ingin memiliki Indonesia lagi. Belanda melancarkan aksinya dengan Agresi Militer Belanda I di Jawa Tengah pada 1947.

Dalam sekuel Darah Garuda, masalah yang terjadi masih seputar konflik pribadi, sosial, dan agama. Seolah kehilangan misi, empat kadet yang tersisa tidak tahu tugas apa yang harus dikerjakan. Soerono pasukan induk mereka tewas dalam pertempuran yang lalu. Tak berhenti disitu, setelah mereka mendapat tugas dari kantor pusat Jenderal Sudirman. Selain itu, film ini menampilkan sosok kaum separatis Islam dan sekutu yang berpotensial menjadi pengkhianat. Dalam situasi yang tertekan, mereka ditawan antara menjadi sekutu atau musuh. Hanya kesatuan dan kepercayaan yang dapat mereka pertahankan, sebab musuh yang mereka hadapi tidak hanya dari luar, namun juga dari dalam. Konflik batin dialami oleh Amir dalam film Hati Merdeka. Karena trauma atas kematian salah seorang personil kelompoknya, maka ia ingin mundur saja. Konflik yang sama dalam film sebelumnya terulang lagi dalam film ini. Lagi – lagi tiada pemimpin, membuat kelompok tersebut seperti ayam kehilangan induknya. Tak ada pilihan, Thomas harus menjadi pemimpin dalam tugas itu. Tersisa Marius, Dayan yang telah bisu, dan Senja satu – satunya kadet perempuan berdarah biru. Mereka dikirim ke Bali untuk membunuh seorang kolonel yang ternyata telah membunuh keluarga Thomas. Film ini juga menyelipkan konflik lain, yakni kisah perebutan cinta Senja antara Thomas dan Marius. Namun, bumbu pemanis ini tidak digali lebih dalam. Puncak dalam keseluruhan film ini tentu ada pada adegan peperangan di bagian akhir. Sutradara Yadi Sugandi dan Conor Allyn memasukan banyak kemampuan mereka di sini. Trilogi film yang disutradarai Yadi Sugandi dan Conor Allyn ini merupakan dedikasi yang diberikan Hashim Djojohadikusumo (produser) kepada kedua leluhurnya yang turut berperang di peristiwa Lengkong pada masa itu. Kelebihan dari film ini adalah kemampuan para sineas perfilman Indonesia yang terlibat dalam pembuatan film ini pantas dikagumi, meski terdapat nama – nama asing yang terlibat. Terlihat dari efek yang apik dan penggarapannya yang serius, walaupun mungkin masih sekelas film C dalam deretan film Hollywood. Film ini juga memberi angin segar dalam perfilman di Indonesia yang kala itu sedang marak dengan film horor. Sangat disayangkan kekurangan film ini terdapat dalam penggarapannya yang banyak dikerjakan oleh orang asing. Padahal para sineas dalam negeri juga memiliki kemampuan yang tak kalah dari orang asing yang terlibat dalam film ini. Esensi dari ketiga film ini adalah perjuangan yang sesungguhnya bukanlah terletak pada perayaan tahunan dan gambaran yang hiperbola. Yang terjadi sekarang, sulit untuk kita menyalakan kembali gairah perjuangan kemerdekaan. Semangat suara Sang Proklamator yang hanya terdengar saat perayaan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, kian hari kian memudar. Ketiga film ini menunjukkan pada kita bahwa penghormatan kepada para pahlawan terletak pada upaya penyatuan perempuan dan laki – laki yang berbeda agama, suku, mata pencaharian, tingkat perekonomian, kecerdasan, dan latar belakang keluarga. Film ini merupakan kritik untuk kita. Perang internal karena perbedaan suku, agama, ras, dan latar belakang masih menjajah kemerdekaan bangsa ini. Belanda sudah tiada, seharusnya perjuangan dan semangat untuk melepaskan bangsa dari keterjajahan tidak boleh padam . Seharusnya kakak - beradik Senja dan Soerono membenci Indonesia karena negeri ini membantai keluarganya yang berdarah Belanda. Namun, Senja dan Soerono mampu melewati konflik pribadi itu dan bergabung dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Soerono bahkan mati di depan pertempuran, sedangkan Senja menjadi satu - satunya perempuan di antara empat kadet yang menggempur pangkalan udara Belanda. Thomas si petani, yang berasal dari Sulawesi sering kali bersitegang dengan Marius yang berasal dari keluarga Jawa berada. Latar belakang keduanya terlalu keras dan sensitif untuk diajak bekerja sama dalam tim. Namun, ketegangan itu tidak menyebabkan Thomas memilih berpisah dari Republik untuk mendirikan negara sendiri. Sementara itu, Marius pada akhirnya maklum bahwa Indonesia itu bukan Jawa saja. Dayan dari Bali, seorang Hindu. Dayan bisu selamanya karena penganiayaan dirinya di camp Belanda. Dia tidak banyak bicara, malah lebih banyak diam dalam melakukan perbuatan. Sementara itu, Amir tampil sebagai muslim yang saleh, juga sebagai pemimpin yang bijaksana. Amir menembus batas-batas perbedaan itu dan melihat perbedaan itu sesuai karakter. Rasanya tepat semboyan yang diusung dalam film ini, “untuk merdeka mereka bersatu” karena mereka mampu menyatukan perbedaan sebagai sebuah kekuatan yang membangkitkan dan memerdekakan.

Featured Posts
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Recent Posts
Archive
Search By Tags
No tags yet.
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
bottom of page