top of page

Gerakan Mahasiswa Sebuah Tinjauan & Refleksi Kedalam (Sejarah Pergerakan Mahasiswa)

Judul Buku : Gerakan Mahasiswa Sebuah Tinjauan & Refleksi Kedalam Tema : Sejarah Pergerakan Mahasiswa Penulis : Harwanto Herlambang Pada awalnya memang tugas dari mahasiswa adalah belajar. Dalam tataran proses belajar dan menempa diri, mahasiswa adalah sebuah tingkatan tertinggi dalam ranah pendidikan di Indonesia bahkan dunia bila dibandingkan dengan yang lain. Maka tak heran jikalau kata “maha”diselipkan di depan kaum pembelajar itu sehingga menjadi kata ”mahasiswa” yang berarti pembelajar yang paling tinggi. Mungkin itulah yang menjadi dasar sejarah dari kata mahasiswa. Mengingat bahwa mahasiswa adalah kaum intelektual dan berwawasan luas, secara tidak langsung mereka mempunyai tanggungjawab moral terhadap hal-hal yang terjadi dilingkungan sekitarnya (lingkungan belajar). Menyadari keadaan yang terjadi pada waktu itu membuat mereka (mahasiswa) tergugah hatinya demi perbaikan perbaikan kualitas bangsa ini ditengah-tengah penindasan kaum imprealisme. Inilah yang menjadi titik tolak pergerakan dan perjuangan mahasiswa STOVIA kala itu bahwa tugas dan tanggungjawab mereka bukanlah hanya belajar. Refleksi Sejarah Sebuah Pergerakan Mahasiswa Sebagai titik tolak pergerakan mahasiswa ditandai dengan berdirinya oragnisasi pergerakan yaitu Budi Utomo pada tahun 1908 yang kita kenal sekarang sebagai hari momentum kebnagkitan bangsa.

Pengungkapan sejarah yang menghasilkan sebuah koreksi itu sangat pning untuk dicatat karena telah memberikan keterangan penting tentang peranan mahasiswa selain dari sisi kebenaran sejarah. Agaknya dari berbagai analisa tidak dijumpai maksud yang terkandung pada tulisan-tulisan itu untuk menonjolkan peranan mahasiswa dari bagian generasi muda. Tetapi setelah dikaji dengan beragai pisau analisis yang tajam, terungkap beberapa kesimpulan yang menarik untuk diulas seperti peranan Budi Utomo sebagai organisasi nasional dan bukan hanya sekedar kedaerahan. Selain itu Budi Utomo mempunyai kecenderungan sikap yang kompromis dengan pemerintah kolonial dan belum memiliki cita-cita untuk merdeka pada waktu itu. Sangat jauh berbeda bila kita kaitkan dengan organisasi yang lain seperti Indiache Partij dan Sarekat Islam pada tahun 1912. Singkat kata, Budi Utomo lebih dipandang sebagai organisasi kedaerahan dan semua itu pandangan hanyalah Wahidin Sudirohusodo ketika Budi Utomo dipimpin oleh kaum tua yang terdiri dari kaum pangreh praja. Tapi beberapa waktu kemudian pandangan itu mulai bergeser ketika terungkapnya peranan mahasiswa. Satu hal yang harus di catat adalah awal dari kesadaran nasional adalah awal dari pergerakan mahasiswa dan golongan terpelajar juga. Kala itu yang paling terlihat berperan adalah mahasiswa STOVIA itu sendiri karena memiliki jiwa memipin, dan mengingat prestise yang tinggi yang dimilikinya. Peranan ini ternyata menjadi sebuah tradisi karena kemudian banyak mahasiwa kedokteran yang terlibat dalam dunia pergerakan. Memang tidak ada yang berlebihan bilamana berdirinya Budi Utomo ini merupakan tonggak dari kebangkitan bangsa kita khususnya kaum muda. Budi Utomo sesuai esensi penggagas aslinya yaitu Wahidin. Pada saat itu (berdirinya BU), para siswa STOVIA masih berusia 20-22 tahunan sehingga mereka boleh dikatan belum berpengalaman, baik dalam berorganisasi maupun mengluarkan pendapat. Secara tidak langsung BU lah sebagai ajang untuk melatih dan mengembangkan diri. Bagi para mahasiswa, pendirian BU adalah suatau catatan politik tersendiri untuk menimbnag situasi dan segala pengaruh yang diperoleh dalam menghadapi situasi. ​Mahasiswa adalah kelompok minoritas dalam masyrakat bangsa. Bahkan para aktivis yang disebut kaum radikal baru, itu hanyalah minoritas juga dalam populasi mahasiswa. tapi mereka memainkan peranan penting yang profektik. Mereka melihat jauh kedepan dan memikirkan apa yang tidak atau belum dipikirkan masyarakat pada umumnya. Dalam visi mereka nampak kesalahan mendasar dalam masyarakat. Mereka menginginkan perubahan-perubahan marginal, melainkan perubahan fundamental. Mereka memikirkan suatu proses transformasi. Peranan mereka bagaikan para Nabi dan bukan Kyai atau pendeta yang sudah sibuk dengan rutinitas. Ini seperti mengingatkan kita terhadap hadist Nabi SAW “Cendekiawan adalah pewaris (cita-cita) para Nabi”.

Featured Posts
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Recent Posts
Archive
Search By Tags
No tags yet.
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
bottom of page